Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 17 November 2012

MENGEMBALIKAN NILAI-NILAI ISLAM YANG TERABAIKAN : POTRET ISLAM MASA KINI



OLEH : RIMA MUTIARA


           Konon, Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, entah itu Islam hanya sekedar identitas di KTP atau benar-benar Islam yang menaati semua ajarannya. Yang jelas, cap yang melekat pada bangsa kita telah diketahui umum, sebagai bangsa yang penduduknya memeluk agama Islam terbanyak di dunia. 

     Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, paling tidak perilakunya harus mencerminkan apa yang diajarkan oleh Islam. Mungkin itu dulu, di mana masyarakatnya masih memegang teguh ajaran-ajaran Islam dan menjunjung tingginya. Tapi kini, hegemoni bangsa barat telah meracuni generasi Indonesia. Lihat saja bagaimana hedonisme menjadi agama baru di Indonesia. Masyarakatnya telah beralih kiblat mencontoh dan meniru kehidupan barat yang penuh dengan paham-paham warisan Marxisme, Lenin, Stalin, dan kaum komunis lainnya. Disadari maupun tidak, kehidupan bangsa barat telah mengubah tatanan hidup bangsa Indonesia yang dulu penuh dengan adat ketimuran menjadi dominasi kehidupan hedon bentukan bangsa barat. 

        Ekky Al-Malaky sendiri dalam bukunya “Why Not” : remaja doyan filsafat, menyebutkan, dalam pergaulan zaman sekarang, sebagian kaum muda (terutama anak gaul) sering kali diidentifikasikan dan atau mengidentifikasikan diri dengan kaum hedonis dengan ciri materialistis, menginginkan kesenangan belaka yang disamakan dengan sex, Drugs, rock n’ roll, party dan violence tanpa beban aturan, tanpa tanggung jawab, dan tanpa tujuan hidup yang jelas. Memang benar, generasi kita merupakan generasi yang kehilangan arah dan tidak memiliki tujuan yang jelas kecuali hanya mengejar kesenangan belaka. 

         Jadi, bisa dikatakan masyarakat kita sedang mengalami krisis identitas. Ekky Al-Malaky mengatakan bahwa generasi sekarang adalah generasi “X”-dianalogikan dengan Malcolm X, tanpa siapa-siapa, tanpa identitas, atau meminjam istilah Slank yakni generasi biru yang memiliki makna yang sama. Karena hilangnya jati diri inilah, sehingga membuat generasi kita kehilangan arah dan tujuan hidup, dan menjadikan hedonisme sebagai gaya hidup. 

       Krisis identitas inilah yang melahirkan krisis spiritualisme dan krisis kemanusiaan. Tingginya angka kejahatan, premanisme, perzinaan, maupun pelecehan hukum adalah pertanda nyata krisis tersebut. Dekadensi moral pada manusia modern tidak terbendung lagi. Semua ingin bebas menuruti panggilan hawa nafsu mereka. Tradisi dan etika agama telah ditinggalkan, bahkan diganti dengan logika modern ingin maju dengan menghalalkan segala cara. (Thohir Luth, 2002:11) Bukan hanya itu , budaya pop yang berkembang di sekitar kita telah merusak generasi Indonesia, terutama generasi Islam. Budaya pop inilah sebab utama hancurnya moralitas kaum muda Indonesia dan hilangnya nilai-nilai Islam yang dulu dijunjung tinggi bangsa kita. 


WAJAH ISLAM DI INDONESIA 

Tidak dapat dipungkiri kemajemukan merupakan ciri utama dari masyarakat Indonesia. Semboyan utamanya “Bhineka Tunggal Ika” menjadi simbol bahwa keberagamaan telah ada di negara ini dari dulu hingga kini. Sudah diketahui secara umum kemajemukan di Indonesia bukan hanya suku bangsa yang berbeda, budaya, bangsa ras, agama merupakan bagian dari kebhinekaan di Indonesia. Pun dengan Islam. 

Pluralitas dan homogenitas Islam telah menunjukkan wajah aslinya, setelah terkungkung lama di bawah bayang-bayang orde baru yang membatasi laju pergerakkan dan perkembangan Islam karena tekanan dari penguasa saat itu. Kini lihat saja ormas-ormas Islam saling menunjukkan mana yang paling baik dan mana yang paling benar di antara mereka. Memang Islam Indonesia yang majemuk ini bukannya menjadi sebuah keragaman yang harmonis, malahan menjadi pemicu perpecahan antar saudara seaqidah 

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Umat Islam yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat Indonesia pun tidak terlepas dari kemajemukan. Telah dikatakan di atas, hilangnya pengaruh orde baru menumbuhkan perkembangan Islam yang majemuk di Indonesia. Berbagai golongan dan madzhab berkembang dalam tubuh umat Islam di Indonesia. Golongan-golongan tersebut secara jelas tampak pada berbagai organisasi sosial, politik dan kemasyarakatan. Perbedaan tujuan masing–masing golongan inilah yang memicu perpecahan antar umat yang satu keyakinan. Toto Suryana (2008:127) menyatakan, persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan sering kali menjadi sebab perpecahan umat. Hal yang menjadi sebab perpecahan pada umumnya bukanlah hal yang bersifat mendasar. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan Muslim terhadap sesuatu fenomena. Fenomena-fenomena kecil seperti perbedaan dalam menentukan awal bulan puasa, atau perbedaan hari raya idul Fitri menjadi pemicu dalam mengkotak-kotak umat Islam satu dengan yang lain. 

Selain mengkotak-kotak golongan Islam satu dengan yang lain, wajah Islam di Indonesia sering kali tercoreng oleh perbuatan dari salah satu golongan yang mengatasnamakan Islam dengan melakukan teror dan ancaman yang dapat memberikan pengaruh buruk pada Islam. Sehingga memicu fobia terhadap Islam. Anarkisme oleh salah satu ormas Islam membuat trauma masyarakat Indonesia terhadap Islam semakin tinggi. Lalu muncullah istilah Islamfobia, yaitu ketakutan terhadap segala hal yang berbau Islam. Hal ini pernah terjadi di salah satu sekolah di Jawa Tengah yang melarang siswanya mengenakan jilbab yang dianggap sebagai simbol dari terorisme Islam garis keras. 


NILAI-NILAI YANG TERABAIKAN 

1). Perdamaian 

Konon Islam datang dan menyebar ke Indonesia tanpa kekerasan. Islam datang dengan damai. Tapi sepertinya perdamaian belum bisa terwujud ketika satu Muslim dengan umat Muslim yang lain mengabaikan arti penting dari sebuah perdamaian. Dalam surat Al-Hujarat : 10 menyatakan : 

“sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat nikmat” (Al-Hujarat:10) 

Untuk itulah, perdamaian antar umat Islam mutlak diperlukan. 

2). Toleransi 

Masyarakat Indonesia seperti yang sudah dijelaskan di awal adalah masyarakat majemuk. Maka toleransi mutlak diperlukan, akan tetapi sekarang ini toleransi sering diabaikan. Islam mengajarkan untuk saling hidup berdampingan walaupun berbeda keyakinan. Bisa egoisme dan benar sendiri terkadang menjadi penghalang bagi terciptanya hidup yang toleran. 

Published: By: Admin - 23.51

Sejarah Singkat Pondok Pesantren Al-Ma'mun




Pondok Pesantren Al-Ma'mun pertama kali didirikan sekitar tahun 1950 oleh KH. Ma'mun. Beliau (KH. Ma'mun) merupakan pelopor pertama pendirian PP Al-Ma'mun. Pada permulaan pendirian, nama yang dipakai adalah Asrama "J".

Untuk mengenang jasa-jasa beliau KH. Ma'mun, nama beliau pada sekitar tahun 1982, setelah beliau wafat, disematkan ke dalam nama Asrama "J", oleh putra beliau sekaligus Pengasuh Al-Ma'mun pada saat itu, sehingga menjadi "Asrama "J" Al-Ma'mun".

Setelah KH. Ma'mun, pendiri PP Al-Ma'mun wafat (1982 M), PP Al-Ma'mun dipimpin oleh putra beliau, KH. Yusuf Ma'mun, M.M.

Nama PP Al-Ma'mun sendiri (tanpa "J") muncul sekitar tahun 2000-an.
Published: By: Admin - 22.39

SELAMAT DATANG



Blog ini merupakan blog resmi Pondok Pesantren Al-Ma'mun. Sebagai tempat berbagai informasi mengenai kegiatan di Pondok Pesantren Al-Ma'mun, berbagi artikel Islami, dan berbagai informasi lainnya.

Published: By: Admin - 22.35